Jalan tengah yang harus kupilih dan jalani memang sangat unik. Berjalan diantara dua orang yang kusayang dan belum genap setahun memasuki kehidupanku. Disaat sendiri aku berada di alam nyata dengan jati diri yang sudah hapal dari lahir. Begitu sebaliknya disaat suami dan ibu mertuaku hadir, alam maya seakan menyelimutiku dengan berbagai fenomenanya. Selalu ada kejutan-kejutan disana-sini. Inilah hidupku sekarang...
"Bintaaang, dimana?" suara Bu Melia mertuaku membuyarkan lamunanku.
"Sini mam di belakang" teriakku yang sedang menikmati suasana sore di taman mungil belakang rumah.
"Lagi apa, besok jadikan kita nyari souvenir ke Tenabang?" tanya mertuaku bersemangat sambil memegang notes.
"In sya Allah jadi mam, cuma kayanya ke Thamcit aja deh ga jadi ke Tenabang karena Mas ga setuju" jelasku kepada Bu Melia.
"Eeh sudah di bilang jangan ngomong sama Marsel...pasti ga bolehlah! Ini urusan perempuan!" sungut mertuaku.
"Mam, Bintangkan lagi hamil kalo ga bilang sama mas nanti dia marah-marah anaknya dibawa" bujukku dengan nada manja.
Bisa dibayangkan dalam keadaan perut yang mulai membesar harus keluar masuk pasar tanah abang yang penuh sesak hanya untuk mencari cinderamata acara tujuh bulanan. Padahal acara tasyakuran empat bulan kemarin Marsel meminta tolong Teh Rima kakakku untuk mengurusnya, apalagi sekarang bisa tambah murka dia.
Karena kasian, kubujuk Marsel untuk meluluskan permintaan ibu mertuaku yang ingin menunjukkan kepada keluarga besar almarhum suaminya bahwa dia mampu melanjutkan gelar Raden Mas. Walau rada alot akhirnya suamiku menyetujui dengan syarat tanpa hal berbau klenik. Sejak ijin dikeluarkan oleh Marsel, Bu Melia sibuk menghubungi paes yang menangani acara nujuh bulanan. Walau lelah tapi sinar bahagia menggantung di wajahnya.
Setelah Marsel melepas lelahnya karena bekerja seharian mengurus berbagai urusan proyeknya. Kuutarakan tentang ajakan mama ke pasar tanah abang, belum selesai kalimat ini keluar dari mulut tiba-tiba Marsel langsung memotong,
"Ga! Kamu lagi hamil dan saya ga mau ada apa-apa kalo sampai mama maksa lagi batalin aja semuanya" suara Marsel terdengar tegas.
Apalagi yang harus kukatakan pada Ibu Melia. Marsel orang yang tegas sekali berurusan dengan keselamatan junior apapun akan dilawannya siapapun itu.
Subuh ini Marsel tidak shalat berjamaah di mushola seperti biasa alasannya lagi kurang enak badan, dia hanya minta aku menemaninya. Sinar matahari masuk melalui sela-sela jendela, baru saja aku akan menyibakan gorden Marsel melarangnya.
"Jangan dibuka, biarin aja ku mo istirahat"
Aku kembali ke sisinya, terlihat wajah lelah dan lesu.
"Bentar yaa mo ambil sarapan dulu" kataku yang disambut dengan anggukan.
Saat keluar kamar kulihat mama sudah duduk di meja makan.
"Mam, kayanya Bintang ga ikut ya nanti ditemani sama mba karena kemarin kecapean jadi mas pengen istirahat di rumah" ujarku memohon pengertiannya.
Dengan ragu-ragu mama menanyakan kondisi anak kesayangannya.
"Mas ga papakan...mama boleh masuk" pintanya sambil membuka pintu kamar kami. Aku hanya senyum bercampur iba melihat ibu mertuaku.
Entah apa yang dibicarakannya ketika aku masuk membawa sarapan kesukaan suamiku kopi hitam, nasi goreng mentega dan telur setengah matang.
"Bangun Mas, tuh sarapannya sudah datang" bujuk mama.
"Disuapin sama aku apa mama ato mo makan sendiri" godaku ketika melihat mama mengelus kepalanya.
"Maunya sama junior" jawabnya menaruh kepalanya di pangkuanku sambil mencium perutku.
Mama hanya tersenyum melihat tingkahnya lalu mengambil sarapan dan menyuapi Marsel yang bak seorang raja.
Jujur saja melihat hal ini hatiku terharu, bisakah aku memberikan kebahagiaan untuk orang-orang yang kusayang. Tunggu aku yaa...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar