Minggu, 23 April 2017

PILIH AKU ATAU DIA

  Sejak pagi aku menyiapkan keperluan baju Marsel yang akan bertugas ke Medan selama seminggu, dari perlengkapan mandi sampai perlengkapan pribadi sudah rapi tertata di dalam koper. Rencana selama Marsel tidak ada Bu Melialah yang akan menjagaku, untuk urusan penjagaanku saja butuh waktu lama terkesan alot.  Suamiku ingin selama tidak ada dirinya ada yang bisa dipercaya untuk menjaga istri dan calon anaknya. 
  
   Awalnya aku memilih sendiri tapi karena tidak ingin membuat Marsel cemas akhirnya pilihan jatuh pada sepupuku Wati dengan alasan dia baru menikah, tinggalnya satu komplek denganku dan keduanya bisa menyetir mobil.  Seperti biasa ibu mertuaku mulai mengajukan banding dari belum berpengalaman sampai yang punya hak asuh adalah dirinya.  Keputusan terakhir adalah  merelakan ibu mertuaku yang menemani selama seminggu ini.

   Kami tidur terpisah aku di kamarku dan ibu mertuaku di kamar tamu.  Malam pertama Bu Melia menemaniku di rumah aku merasa nyaman karena ada yang melindungi, teringat akan kebiasaan ibu yang selalu membelai wajahku serta mengingatkan untuk selalu berdoa dan sebelum keluar kamar tidak lupa untuk mematikan lampu sambil mengucapkan assalamualaikum.  Itu tetap dilakukan sampai terakhir dua hari menjelang kepergian ibu keharibaan-Nya.  Ada rasa rindu dengan saat-saat seperti itu.

   Dua hari sudah hidupku di manja dengan kasih sayang dan perhatian sehingga wajah pucatku lambat laun mulai berubah.  Sajian makanan dan minuman sehat serta vitamin penunjang untuk tumbuh kembang janinku tidak luput dari perhatiannya.  Pagi ini setelah shalat subuh seperti sebelumnya Ibu Melia mengajak Bintang untuk jalan pagi mengelilingi taman di depan rumah.  Menghirup udara segar membuat oksigen yang masuk ke dalam tubuh hingga ke otak dapat berjalan lancar.  Sehingga menurut pengalamanmya para ibu hamil alias bumil tidak merasakan morning sick atau mual setiap pagi.  Disamping itu mendidik ibu dan sang janin untuk tidak malas.
  
   Kebiasaan Marsel menelponku bila sedang pergi jauh seperti minum obat sehari bisa tiga atau empat kali, apalagi saat ini ketika sudah berbadan dua tidak pernah absen menanyakan kabar juniornya.  Hari ini sudah masuk hari ketiga sedari tadi aku belum mendengar suaranya melalui telepon genggamku.

   Saat makan siang  tidak ada juga tanda-tanda kehidupan dari hp-ku. Kucoba untuk mengirim pesan melalui WA dan jawabannya sama...nihil!  Aku mulai kuatir dengan kebiasaan ini, hp-nya tidak aktif.  Mulai ku tepis kejadian ini dengan doa dan tafakur.  Malam hampir tiba belum hadir juga suara emas itu yang membuat ku gelisah.  Lelah dalam penantian akhirnya aku tertidur. 
  
   Jam menunjukan pukul tiga dini hari saat terbangun ku melihat ibu mertua sudah tertidur pulas di sebelahku. Dengan kekuatan yang ada aku bangkit dan  berdiri menuju kamar mandi belum lima langkah kaki menjauh dari ranjang Ibu Melia memanggilku,

"Tang, mo kemana?"

"Ke kamar mandi mam" jawabku datar sambil menoleh ke arahnya.

"Hati-hati ya" ujarnya lagi yang dibalas dengan anggukan.

Saat kembali ke ranjang Bu Melia mengelus punggungku,
"Kamu gelisah terus makanya mama pindah tidur disini" jelasnya tanpa kuminta.

"Mas kemana ya mam, ko ga ada kabar beritanya" tanyaku lesu.

"Mas semalam sempat telpon tapi Bintang sudah tidur pulas terus suaranya juga pedot-pedot" jelas Bu Melia menerangkan suaranya putus-putus dalam bahasa Jawa.

Walaupun kesal tetapi aku bahagia mendengarnya.
"Sekarang Mas ada dimana terus besok mo telpon lagi?" tanyaku penasaran.

"Ya Masmu mo telpon lagi tapi agak siangan karena sinyalnya lagi ga bagus" jawabnya menyembunyikan sesuatu.

Dengan hati yang masih bimbang Bu Melia menyuruh Bintang untuk tidur lagi.

   Janji Marsel yang akan menelpon lagi membuat Bintang seperti anak remaja yang sedang kasmaran menanti telepon sang kekasih.  Suara Bu Melia menyuruh makan siang tidak di hiraukan, dia melamun sambil merebahkan tubuhnya.

Pintu kamar dibuka lalu munculah Bu Melia dengan tegas mengajak Bintang untuk makan siang,
"Ayo makan dulu di bawa aja hp-nya".
katanya sambil menuntun menantunya ke meja makan.

Hatinya yang sedang gelisah karena suaminya belum telpon juga di tambah lagi penampilannya yang berantakan. Rambut panjangnya dibiarkan terurai, daster kusut yang dipakainya sudah dari kemarin belum diganti.
Beberapa kali ibu mertuanya menegur untuk menghabiskankan makan siang kesukaannya yaitu sop kacang merah dengan iga ditemani tempe goreng dan sambel tomat. Biasanya untuk sambel Bintang rajanya tetapi sejak hamil dia mulai mengerem kebiasaan buruknya ditambah lagi ada suster penjaga yang kelewat disiplin.  Tak kurang dari asisten rumah tanggaku merasa kesal karena semua pekerjaannya dianggap salah.  Aku tidak mau ambil pusing dengan urusan menu dan urusan rumah tangga karena memikirkan Marsel dan mual perut ini juga bikin pusing.
   
   Sudah hampir sepuluh menit makanan yang masuk ke mulutnya baru tiga suap.  Terdengar suara getar yang sangat kencang, aku berusaha mencari asal suara itu.  Sampai-sampai ibu mertuaku menegurku karena sibuk kepalaku berputar mencari sesuatu.  Aku menyuruh Tiwi asisten rumah tangga untuk nencari tahu.  Akhirnya mata Tiwi tertuju melihat kain penutup kulkas bergetar...
"Ini Bu! Hp siapa yaa" ujar Tiwi merogoh kantung penutup kulkas.

Sambil menyerahkan telepon genggam itu kepadaku Tiwi berteriak yang membuat aku dan Bu Melia terkejut.
"Bapaak,..Bu! Ini ada gambarnya."

Cepat ku jawab teleponnya dengan wajah Marsel dilayar hp yang sedang tersenyum cerah.
"Mahy pa kabar?" tanyaku kegirangan.

"Alhamdulillah, gimana kabarnya sayang my baby ga nakalan kan" suara Marsel terdengar kaget karena tidak mengira yang mengangkat telepon adalah istrinya.

Marsel bercerita kalau proyeknya di Medan berhasil semua ini diluar perkiraan mungkin ini rejeki si bayi ujarnya menutup pembicaraan.

Bintang langsung menghabiskan makan siangnya.  Tanpa menoleh ke arah ibu Melia yang sejak tadi memperhatikan tingkahnya, Bintang menyuruh Tiwi mengambil vitamin di kamarnya.
Tiba-tiba suara Bu Melia memecah keheningan,
"Bintang, maaf yaa itu hp mama yang baru dibelikan Masmu" jawabnya lirih.
Tanpa diminta Bu Melia menceritakan kalau hp yang lama terjatuh dan Marsel menggantinya dengan model keluaran terbaru.  Untuk memudahkannya maka oleh Icha adik iparnya diatur tidak menggunakan nomor tetapi foto yang bersangkutan. Dua hari lalu setelah terima telpon dari Marsel dia lupa menaruhnya dimana.

"Ya sudahlah mam ga pa pa, ini sudah diganti pake yang ada suaranya"  ujar Bintang bijaksana sambil menyerahkan benda tersebut.

"Makasih yang Tang" senyum tersungging di wajahnya sambil membelai wajah cabi milik Bintang.

  Bintang menyampaikan kabar baik ini kepada Bu Melia, bisa di bayangkan betapa senangnya sampai terlontar
"Untung kemarin dia nurut disuruh serius sama kerjaan jadi ga usah mikirin istrinya". 
Tanpa diberi perintah dua kali sang ibu mertua menceritakan dengan bangga jika anaknya lebih patuh kepadanya dibanding kepada istrinya. 
"Kalo mau tanya kondisi Bintang harus bilang dulu sama mama biar nanti diatur" cerita Bu Melia jumawa.

"Bruuk!" suara hentakan kasar kursi yang didorong Bintang menghentikan cerita Bu Melia.
Seakan ketahuan semua kebohongannya Bu Melia seakan diam membisu tidak tahu harus berbuat apa.

Bintang langsung masuk kamar dan menguncinya, sia-sia selama ini dia bertahan dan mengalah dengan keinginan ibu mertuanya semua dilakukan demi Marsel suaminya.  Tetapi setelah tahu kejadian yang sebenarnya Bintang  menahan kekesalannya dengan menangis. Di rumahnya yang dia beli dengan uang  sendiri suami dan mertuanya berani membohongi dirinya apalagi kalau aku tinggal rumahnya habislah harga diriku di injak-injak.  Terdengar pintu diketuk berkali-kali suara Bu Melia juga memanggil-manggil memohon untuk dibukakan pintu.

  Aku hanya terdiam...diam dalam kegamangan hati.

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar