Jalan masih sepi ketika ku lewati jembatan yang memisahkan antara perkampungan kadung gading menuju kota pandeglang, masih terlintas lambaian tangan dari keluarga Mang Diman melepas kepulanganku ke Jakarta. Ada rasa berat meninggalkan mereka tetapi banyak juga pelajaran yang ku dapat dari keluarga sederhana ini kalau cinta dan kasih sayang yang merka miliki tidak berbilang tulus ikhlas.
Tak terasa pintu tol Serang sudah di depan mata, baru ku sadari kalau tinggal selembar dua puluh ribuan yang masih parkir di dompetku. Untung baru masuk pintu tol, jadi ku niatkan untuk mampir di area peristirahatan. Sengaja ku pilih area peristirahatan yang kedua agar lebih dekat dengan Jakarta dan bisa sekalian shalat Ashar sambil melepaskan kepenatan batin ini.
Baru beberapa langkah keluar masjid, tiba-tiba sesosok wajah yang tidak asing sedang berdiri menatapku.
"Hai Bintang!" serunya sambil memamerkan barisan gigi putihnya.
"Marsel!" teriak ku kaget.
"Masih tetep jadi anak sholeh?" godanya.
"Ihh...jangan iseng deh!" seruku senang.
Marsel adalah teman tapi mesra dari sejak SMA sampai kuliah semester dua. Lucu memang tapi kita berdua sama-sama tidak mau mengakui kalau kita saling suka.
Setengah jam sudah kita bernostalgia setelah hampir tujuh tahun tidak bertemu karena terpisah laut dan benua. Marselpun tersadar ketika suara lembut seorang wanita memanggilnya.
"Ya mam!" Langsung Marsel menghampiri wanita yang sedang menuju ke arahnya. Wanita baya ini langsung tersenyum dan memeluk Bintang.
"Apa kabar!" sahut keduanya bersamaan.
"Alhamdulillah, tante" jawab Bintang.
Mereka bertiga bercerita menanyakan kabar masing-masing sambil tertawa mengenang masa lalu.
Tiba-tiba Bu Melia komentar
"Kayanya kalian berdua jodoh deh, habis sudah tahunan pisah masih sama-sama jomblo!"
Semburat merah menghiasi wajah keduanya. Keduanya bertatapan sambil tertawa dan berujar bersamaan,
"Yang penting tulus ya tidak ambil keuntungan, emangnya waralaba!"
Bu Melia bingung melihat tingkah keduanya. Marsel keceplosan ngomong
"Mam, dulu kita putus karena Bintang marah di bilang kaya waralaba padahal baru ikrar pacaran satu jam..semua selalu di hitung untung ruginya".
"Ohh...jadi sekarang sudah nirlaba dong?" tanya Bu Melia lagi sambil merangkul keduanya.
Hanya hati keduanyalah yang tahu. Cintanya waralaba atau nirlaba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar