Selasa, 18 April 2017

PRATU

   Sudah seminggu sejak kecelakaan itu, Alhamdulillah kondisi Marsel semakin membaik malah boleh dikatakan sudah normal seperti sedia kala.  Berita tentang keberadaannya sudah gencar tersebar dikeluargaku, rasa bahagia terpancar dari wajah mereka. Akhirnya penantian panjang dan doa yang selalu dipanjatkan seakan terjawab sudah. Terutama kakak laki-laki tertuaku, merasa tugasnya sebentar lagi akan selesai menjaga amanah sang ayah.
    
   Pertemuan kedua keluarga sudah dilakukan dan rencana besar sudah  tetapkan tinggal menunggu hari istimewa itu datang.  Aku dan Marsel menginginkan pelaksanaan pernikahan yang sederhana, biar terasa sakralnya.

   Tingkat stresku bertambah bukan karena menyiapkan acaranya tetapi lebih kepada hubungan kita berdua.  Kucoba untuk lebih mendekatkan diri pada sang Kuasa, memohon kekuatan lahir dan batin.  Diantara malam malam panjang penantian ini perasaan ragu mulai menyerang balik.  Berbagai nasihat yang kuterima semua sama,

"Sabar Tang, kamu kan tau waktu aa dan teteh nikah dulu malah si aa ga nongol gara-gara ngurus hobinya nyelam dan baru datang jam 11 siang kita semua panik kan...untung penghulunya tetangga!" kata kakak iparku Teh Mimi sambil tersenyum.

   Mencoba untuk bersabar dan bersabar, sampai-sampai tukang jahit kesal karena ukuran kebayaku turun terus tiap minggunya. Padahal aku makan seperti biasa tetapi tidak tahu kemana larinya hasil olahan perutku.  Berbeda dengan Marsel yang berat badannya tidak mau kompromi dari ukuran celana tiga dua dalam tiga bulan naik jadi tiga empat.  Kalau ditanya perihal berat badan jawabnya bisa dengan santai keluar dari mulutnya,
"Semua masalah udah gue makan bareng nasi...jadi kenapa mesti bingung!"

   Kamis ini adalah hari terahirku bekerja sebelum cuti untuk penyambut hari bahagia.  Sore ini rencananya kita mau fitting terahir baju pengantin.  Mengingat kesibukanku akhirnya disepakati  bertemu di rumah perias, aku ditemani Teh Mimi karena rumahnya dekat dengan perias sedangkan Marsel ditemani Mba Mey.
    Akhirnya semua hutang pekerjaanku lunas.  Segera aku bersiap untuk melanjutkan rencana yang sudah diatur seminggu yang lalu dan masuk tindakan segera...fiiting baju!  Aku ingin memastikan janjiku dengan Teh Mimi tetapi hp ku tidak ketemu.  Setelah merogoh tasku lebih dalam akhirnya ketemu juga.  Tak disangka sudah lima belas panggilan tak terjawab lima dari Teh Mimi dan sepuluh dari Marsel.

   Sambil menyetir kucoba hubungi salah satu nomor ini baru tombol hp mau ditekan sudah lebih dulu hp-ku berbunyi.
"Yaaa Teh" jawabku singkat.

"Kamu dimana, ko jam segini belum datang!" tanyanya kesal.

"Masih di jalan, bentar sepuluh menit lagi sampe" jawabku terburu-buru.

Sesampainya di tempat tujuan sudah terlihat wajah-wajah tegang yang sudah dua jam menunggu.

"Maaf, tadi ngelarin kerjaan dulu karena besokkan sudah cuti!" ujarku memelas.

Saat Bintang melakukan pengepasan kebaya beberapa kali protes karena bajunya tidak enak di pakai dan tidak sengaja tertusuk jarum pentul sehingga mulailah keluar watak aslinya yang mudah marah.
"Aow sakit! Gimanaan sih!" hardiknya kepada asisten perias.

Semua yang berada di ruangan itu mencoba menenangkan Bintang tetapi tidak dengan Marsel yang sudah kesal dengan tingkah polah calon istrinya.
"Ya udahlah, gitu aja ribut banget sih!"

Sang paes yang sering menghadapi suasana seperti juga tidak kalah sibuk mencoba menengahi emosi keduanya. 
Tidak sampai disitu emosi Bintang mulai mengembang karena sunggar yang sudah dipesan belum dikembalikan oleh pelanggan yang sebelumnya.  Walaupun sudah diingatkan Bintang tetap kekeh ingin sunggar yang diidamkannya.

"Kamu maunya apa sih!" Marsel mulai hilang kesabarannya.

"Tapi akukan sudah pesan duluan" jawabnya kesal.

"Maaf ya Bu, maklum pratu jadinya mo serba sempurna...soalnya kapan lagi jadi ratu" sindir Marsel sinis.

Suasana kian memanas ditambah lagi perkataan Marsel membuat emosi Bintang meledak,

"Jangan ngomong  seenaknya kamu pikir saya apaan!" jawabnya sambil menahan air mata.

"Astagfirullahaladziim... kamu berdua bisa nahan diri ga sih!" Teh Mimi setengah berteriak melihat tingkah keduanya.

"Ya Allah Bintang, Marsel... ga usah repot sama urusan baju yang penting tuh akadnya!" jawab Mba Mey tidak kalah emosi melihat calon pasutri ini.

Merasa terpojok dengan situasi ini Bintangpun berkata sambil berusaha menahan amarahnya,
"Ya udah ga usah nikah aja sekalian mending gue jadi pratu ...perawan tua!"

Mba Mey menahan Marsel agar tidak menambah  masalah.  Suasana benar-benar panas, untuk meredakan kondisi ini ibu paes mengajak kita semua untuk shalat magrib berjamaah.

Awalnya Bintang tidak mau untuk shalat berjamaah, tetapi berkat kesabaran Teh Mimi akhirnya ikut juga.

Bu paes memberikan isyarat kepada yang lain untuk meninggalkan Marsel dan Bintang agar bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.  Perlu setengah jam Marsel memulai pembicaraan dengan Bintang, sampai pada akhirnya meluncur kata-kata dari mulut Marsel.

"Tang, sebenarnya kita mo apa sih".
Bintang tidak menjawab hanya air mata yang menetes menembus matanya yang bulat.

"Kitakan sudah sepakat untuk memulai segalanya dengan kesederhanaan untuk apa lagi kita batalin semua hanya karena masalah baju, gue cuma ingin nikah dengan perempuan kesayangan gue" sambil menatap wajah Bintang penuh cinta. 
Bintang hanya mengangguk menyetujui ucapan calon imamnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar