Minggu, 30 April 2017

Antara Ada Dan Tiada

   Hujan masih membasahi halaman rumah sakit Dharmais, Maria gadis tinggi semampai berkulit sawo matang sedang duduk manis di sudut kafetaria sambil menunggu kekasihnya yang sedang menyelesaikan koasnya.  Sambil menikmati secangkir coklat panas dan tuna kroisan, tiba-tiba matanya terpaku melihat seorang gadis kecil yang sibuk menyapa pengunjung dan membagikan permen.  Hatiku tertarik melihatnya begitu dermawan dan murah senyum, beberapa dokter yang disapanya selalu melakukan tos sambil mengajaknya bersenda gurau.
   
    Diantara rasa penasaran ini aku mengira jika gadis ini adalah anak salah satu direksi rumah sakit, sampai tak kusadari Herman yang sudah mengganti jas dokternya duduk menatapku lucu.
"Kenapa bengong?" tanya Maria.

"Harusnya aku yang tanya kamu lagi merhatiin anak itu yaa?" tanya Herman tersenyum manis.
Lalu Herman memanggil nama anak itu
"Cikom, sini deh ada yang mau kenalan" ujar Herman yang membuatku kaget.

Gadis itu berjalan semangat ke arah kita berdua. 
"Hai, nama saya Cikom nama tante siapa?" ujarnya sambil mengulurkan tangan.

"Maria, dari tadi main sendirian mamanya mana?" tanyaku penasaran.

"Mak di kampung jagain ade, di Jakarta saya dan Bunda Ecy tinggal di wisma Lampung dekat rumah sakit untuk berobat biar cepat sembuh" katanya tanpa terlihat sedih diwajahnya.

"Hebat banget! Cikom sakit apa sih" rasa penasaranku bertambah lagi.

Kemudian dia mengangkat ujung kaus warna biru serta memperlihatkan lubang kecil di perutnya  dan menjelaskan kalau dia habis operasi pembuatan saluran pembuangan pengganti anus. 
  
   Hatiku trenyuh melihat kondisi anak sekecil itu berjuang melawan penyakit yang belum ada jawabannya. Tiba-tiba tangan mungil itu menyentuh pipiku yang sudah basah dengan air mata. 

"Tante jangan nangis, doakan Cikom ya" pintanya dengan polos.

Lidahku kelu dan hanya bisa mengangguk melihat gadis itu berlalu sambil melambaikan tangan karena sudah dijemput oleh oleh Bunda Ecy yang tidak lain adalah istri salah satu pejabat yang berhati mulia.

   Dalam perjalanan pulang, Herman menceritakan bahwa gadis itu mengalami kelainan pada saluran pembuangannya sejak lahir, beruntungnya Allah kirimkan Bunda Ecy wanita mapan yang berhati lembut untuk menyelamatkan hidupnya. Cikom sudah dua kali operasi dan sekarang tinggal proses penyembuhannya.  Ibunya memang tidak ikut karena harus mengurus dua orang adiknya dan sang ayah yang juga sakit-sakitan.

   Melihat hal ini dadaku semakin sesak betapa luar biasa semangat hidup gadis kecil itu, demi kesembuhan dia rela berpisah dengan keluarganya. Sedangkan diriku, baru sedikit terkantuk kaki meja saja semua orang kena amarahnya. 

   Mengingat aku anak tunggal jadi semua perintahku adalah maklumat yang kudu mesti harus dipatuhi ibarat putri raja yang selalu di manja.  Beruntung Herman lelaki yang sabar dan mengayomi hingga watak kerasku bisa mencair dihadapannya.

   Herman mengingatkan bahwasanya aku sudah di depan rumah.  Kucoba mengeluarkan suara yang sejak tadi tersimpan, tetapi sangat berat.  Hanya terima kasih yang keluar dari mulutku, Herman sudah mengenalkan semua pelajaran kehidupan hingga tidak ada lagi kata antara ada dan tiada yang sering mengusikku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar