Jumat, 28 April 2017

OPO IKU...

7   Pagi ini rumahku sudah mulai ramai dengan kehadiran sanak keluarga baik dari pihakku maupun dari pihak suamiku Marsel.   Rencana jam sepuluh pagi ini akan dilakukan upacara tujuh bulanan kehamilanku.  Acara ini lebih tepatnya untuk membahagiakan ibu mertuaku, karena bagi kami berdua hanya membuang uang percuma.  Tetapi demi bakti kepada orang tua semua ini dilakukan walaupun tidak ada salahnya mencoba.
  
   Menurut perhitungan adat Jawa tujuh adalah pitu  yang artinya pitulungan atau pertolongan. Karena pada usia kehamilan tujuh bulan diharapkan sang jabang bayi sudah berbentuk sempurna  jadi kalaupun pada usia ini diijinkan oleh Allah lahir maka bayinya akan sempurna tetapi bila melewati angka ganjil misal delapan bulan maka bayinya muda lagi.  Pitulungan atau pertolongan sangat diharapkan dari Tuhan Yang Maha Esa.

   Aku dan Marsel mencoba menikmati  setiap tahapan acara. Hingga acara pengambilan cengkir atau kelapa  bergambar wayang oleh Marsel sebagai seorang bapak untuk mengetahui jenis kelamin anak kami.  Pertama Marsel harus mengambil cengkir yang berada di dalam gentong penuh air tanpa melihat. Kemudian sang pemandu acara menyuruh membelahnya dengan menggunakan parang, apabila terbelah dua dengan sekali tebas dan rata maka diperkirakan bayinya perempuan jika sebaliknya maka dipastikan bayinya laki-laki.  Bak seorang mega bintang Marsel mulai bergaya,
"Masa insinyur ga bisa ngebelah kelapa" ujarnya dengan tawa mengembang.

Disambut tawa dan tepuk tangan malah sebaliknya terjadi Marsel tidak bisa membelah kelapa.  Yang pertama kelapanya menggelinding lalu diulang kedua kali ternyata parangnya tertancap tapi gagangnya patah.  Serempak mereka teriak "Lanaaang!"
Paes yang memandu acara ini mengatakan sepertinya anak yang ada di dalam kandunganku seorang laki-laki, karena tidak bisa ajeg atau diam terbukti cengkirnya lari terus.

   Kulirik wajah ibu mertuaku yang gembira saat calon cucunya laki-laki, padahal kita berdua sudah tahu jawabannya hasil USG seminggu yang lalu kalau sang junior adalah laki-laki. Satu demi satu acara selesai hingga puncaknya kita di haruskan dodol dawet atau jualan cendol. Aku dan Marsel berjualan cendol dengan memakai kebaya dan beskap, pembelinya adalah tamu-tamu yang datang transaksi menggunakan uang dari lempengan bata atau kepeng.

   Akhirnya selesai sudah acara yang melelahkan ini. Saat tamu-tamu akan  berpamitan mereka menanyakan kemana Marsel. 
"Liat deh keren kan!" teriak Marsel sambil memegang cengkir denga hasil foto USG melekat dibadan cengkir.

Spontan ibu mertuaku teriak kesal dengan perilaku anaknya.
"Opo iku, Mas!"

Marsel hanya tertawa yang disambut ucapan hebat dari semua yang hadir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar