Genap sebulan gelar nyonya disandangnya, rasa bahagia menyelimuti kehidupannya. Semua merasa takjub dengan perubahan yang terjadi pada wanita ini perangainya lebih lembut dan yang terpenting amarahnya perlahan tapi pasti mulai mengikis. Berkat kasih sayang dan kesabaran dari laki-laki yang dicintainya sekarang dia sudah bisa mengatur emosinya.
Ibarat tanaman yang sedang mekar dia mulai mengeluarkan kecantikan batin yang tersimpan sejak lama. Senyum yang selalu merekah bukti pancaran batinnya yang penuh dengan cinta tulus dan rasa syukur. Kebahagiaan sedang menyelimuti pasutri ini memang membuat iri setiap mata yang memandang, keduanya mempunyai wajah rupawan dan senyum yang menawan.
Sering kudengar indahnya rumah tangga ada di bulan pertama perkawinan yang sering disebut bulan madu. Untuk bulan kedua dan seterusnya terserah anda karena ibarat perahu mereka berdualah yang tahu hendak kemana tujuan akhirnya.
Baru saja Bintang menutup teleponnya saat Marsel sang suami mengucapkan salam sambil menuju kearahnya,
"Assalamualaikum" senyumnya mengembang.
"Wa alaikumussalam" jawab Bintang menyongsong sang suami dengan senyum dan mencium tangannya.
Sejak menikah memang Bintang berjanji untuk tiba di rumah lebih dulu dan tidak membawa pulang pekerjaan kantor. Sebisa mungkin dia ingin menjadi ratu rumah tangga seperti ibunya, wanita yang mengabdikan dirinya untuk suami dan anak-anaknya. Marsel mengijinkannya untuk melanjutkan pekerjaan tapi jika dirinya sudah berbadan dua sudah pasti tugasnya seratus persen di rumah.
"Sabtu ini ada acara ga?" tanya Bintang sambil menyiapkan makan malam.
"Ga, emangnya Bive mo ngajak kemana?" ujar Marsel balik bertanya.
Sejak menikah mereka punya panggilan sayang, kalau Marsel memanggil Bive kependekan dari Bintang love sedangkan Bintang memanggil suaminya Mahyong karena punya hobi ngelempar semua barang dari kaus kaki sampai baju mirip permainan mahyong. Tingkahnya bikin Bintang kesal karena rumah menjadi tidak pernah rapi, tapi entah mengapa Bintang tidak bisa protes melihatnya. Dia belajar untuk memahami kebiasaan sang imam.
"Sabtu besok kita diundang makan siang sama Aa Rudy di rumahnya" ujar Bintang.
"Oh...acara apa?" Tanya Marsel lagi.
"Ngumpul aja silaturahim" jelas Bintang.
"Ok bisa kok?" senyum Marsel setuju.
Tidak terbayang betapa senang dan gembiranya perasaan Bintang bisa berkumpul dengan keluarganya.
Sudah sejak subuh Bintang sibuk di dapur membuat makaroni panggang kesukaan gerombolan keponakannya.
Marsel hanya tersenyum melihat Bintang dengan segala kerepotannya. Suara Bintang masih terdengar nyaring menyuruhnya mandi setelah sarapan.
Selesai sudah acara memasaknya ketika telepon berbunyi,
"Assalamualaikum, Ka Bintang mo ngomong sama Mas bisa karena hp-nya ga dijawab?" suara Icha terdengar diujung sana.
"Wa alaikumussalam, Mas lagi mandi ada apa Cha?" Bintang balik bertanya.
"Ok nanti aja deh kalo sudah mandi tolong telepon mama ya" jawab Icha seperti menyembunyikan sesuatu.
Dilihatnya Marsel sedang berpakaian, Bintang langsung menyampaikan pesan adiknya untuk menelpon mama. Bintang tidak menaruh curiga sedikitpun, dia merasa itu hanya pembicaraan biasa antara ibu dan anak.
Bintang sedang menyelesaikan riasannya ketika Marsel mengatakan kalau mama minta diantar ke rumah kakaknya.
"Ya udah bilang aja selesai kita dari rumah Aa Rudy terus anter mama" ujar Bintang memberikan saran.
"Nganter Biv dulu ke rumah Aa terus langsung ke Serpong, karena mama maunya diantar sama aku aja" jelas Marsel dengan ragu.
Hempasan napas kekecewaan Bintang jelas terdengar oleh Marsel.
"Biv, tolong kali ini saja ya" Marsel memohon pengertian istrinya.
Sepanjang perjalanan ke tempat kakaknya Bintang hanya terdiam sambil memainkan telepon genggamnya mendengar penjelasan Marsel yang dirasa kurang masuk akal.
Marsel turun untuk menyapa keluarga besar istrinya, setelah itu berlalu. Bintang mencoba senatural mungkin menjelaskan mengapa Marsel tidak bisa bergabung.
Acara sudah selesai, satu persatu keluarga besarnya pamit pulanTinggal. Bintang dan Teh Mimi kakak iparnya membereskan sisa-sisa pesta.
"Marsel mo jemput jam berapa Tang?" tanyanya.
"Katanya sebentar lagi masih anter mama" jelas Bintang datar.
Teh Mimi bisa menangkap gelagat yang kurang baik dari adik iparnya ini tetapi tidak ingin mencampurinya. Hanya sesekali dia memberikan pengalaman pribadinya bersuamikan lelaki kesayangan ibu.
Jam sudah menunjukan setengah sembilan malam, Marsel belum juga memberi kabar keberadaan dirinya.
"Ate, main di kamar dede yuk!" ajak keponakanku yang lucu ini.
"De, tante suruh mandi dulu ya nanti baru main" perintah Teh Mimi kepada putra bungsunya sambil menyodorkan daster batik koleksinya.
Setelah bersih dan rapi, Bintang langsung mengajak bermain Dede sampai akhirnya ikut tertidur.
Bintang terkejut saat Marsel sudah duduk bersandar disebelah tempat tidur. "Ngantuk ya, mo pulang atau nginep?" tanya Marsel sambil mengusap rambut istrinya.
"Sekarang jam berapa, dari tadi ya...kita pulang aja yuk" ajak Bintang seperti ansk kecil.
Bintang pamit pulang kepada kedua kakaknya, sebelum keluar rumah Marsel mengingatkan,
"Jilbabnya pake dulu dong, ini baju siapa?"
"Oh iyaa, pinjam dulu ya Teh" ujar Bintang melihat iparnya mengangguk sambil mengacungkan ibu jarinya.
Kakaknya tersenyum melihat Marsel menjinjing tas adiknya sambil merangkul Bintang yang berjalan sempoyongan karena mengantuk.
Didalam mobil Marsel mengucapkan terima kasih atas pengertian dan perhatian terhadap ibunya.
"Mama seneng banget waktu Bive bilang selamat menikmati jalan-jalannya apalagi sampai di bekalin makaroni" ujarnya semangat.
Oh my God, rupanya pesan itu nyasar ke mertuanya padahal pesan itu untuk Dewi yang sedang berlibur. Dan makaroni itu... tadinya yang di wadah kecil itu untuk tuan rumah tapi karena kesal jadi ketinggalan.
Hadeuh!!
Sebelum turun dari mobil, Marsel berkali-kali mencium pipinya sambil mengucapkan terima kasih sudah menjadi istri dan menantu yang baik.
"Kamu adalah sang bintangku" ujarnya saat menggandengku memasuki rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar